Sabtu, 21 Mei 2016

Pengertian Negara Kepulauan dan Garis Pangkal

Pengertian Negara Kepulauan dan Garis Pangkal
http://supriantopakarti.blogspot.co.id/ Pulau yang ada di wilayah Indonesia berjumlah lebih dari 17.000 pulau baik yang besar maupun yang kecil. Dengan banyaknya jumlah pulau menyebabkan Indonesia memiliki garis pantai yang panjangnya sejauh 81.000 km dan merupakan salah satu garis pantai yang terpanjang di dunia. Adanya garis pantai yang panjang menguntungkan bagi Negara itu, batas-batas wilayah laut di Indonesia harus diakui oleh dunia Internasional[1].
Berdasarkan Pasal 46 UNCLOS 1982, Negara kepulauan adalah NegaraNegara yang seluruhnya terdiri dari suatu atau lebih kepulauan. Adapun yang di maksud dengan kepulauan ialah sekumpulan pulau-pulau, perairan yang saling bersambung (inter-connecting waters), dan karakteristik ilmiah lainnya dalam pertalian yang demikian eratnya sehingga membentuk satuan instrinsik geografi ekonomi, dan politis atau secara historis memang dipandang demikian[2].
Negara kepulauan menarik garis pangkal (baseline) dengan menggunakan metode garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline). Konsekuensi penarikan garis pangkal dengan cara demikian adalah terjadinya perubahan status bagian-bagian laut yang tadinya merupakan laut bebas menjadi laut wilayah Negara Kepulauan tersebut dibarengi dengan berbagai pengaturan lain yang memberikan jaminan terhadap hak lintas damai (right of innocent passage)[3], dan hak lintas melalui aluralur laut kepulauan (the right of archipelagic sealanes passage), bagi kapal asing dalam laut pedalaman Negara kepulauan. Selain itu, Negara kepulauan juga harus menghormati hak-hak penangkapan tradisional dari Negara-Negara tetangga dan perjanjian-perjanjian yang telah ada dengan Negara lain[4].
Garis pangkal kepulauan juga cara formal diakui eksistensinya dalam UNCLOS 1982, tegasnya dalam Bab/Bagian IV Pasal 46-54, yang secara khusus mengatur tentang Negara kepulauan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa garis pangkal kepulauan ini khususnya hanya diterapkan oleh Negara kepulauan, meskipun secara geografis Negara itu berbentuk kepulauan, maka Negara yang demikian tidak menetapkan garis pangkal kepulauan. Negara itu hanya bisa menerapkan garis pangkal normal dan garis pangkal lurus dalam pengukuran lebar laut teritorial[5].
Tentang garis pangkal kepulauan secara khusus diatur dalam Pasal 47 ayat 1-9 Ayat (1) UNLCOS 1982, menegaskan hak Negara kepulauan untuk menetapkan garis pangkal kepulauan. Selanjutnya ditegaskan tentang cara menarik menarik garis pangkal kepulauan, yakni dengan menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar. Syarat garis lain adalah seperti yang ditegaskan pada ayat (2) pada UNCLOS 1982, bahwa panjang garis pangkal kepulauan tidak boleh melebihi dari 100 mil laut, kecuali hingga 3% dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan diperkenankan melebihi dari panjang tersebut hingga pada panjang maksimum 125 mil laut[6].
Hal inilah yang menyebabkan banyaknya nelayan tradisional yang tersebar di beberapa titik pulau Indonesia, seperti di Perairan Laut antara Australia-Indonesia, Papua Nugini dan Malaysia yang bisa bebas menggunakan Hak tradisionalnya untuk menangkap ikan. Hal ini pula masuk ke dalam wilayah Negara lain sesuai dengan perjanjian bilateral yang telah dilakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 47 ayat (6) dalam UNCLOS 1982 yang menegaskan tentang perairan di Negara kepulauan yang terletak antara dua bagian dari suatu Negara tetangganya yang secara langsung berada dalam posisi berdampingan. Pada perairan kepulauan itu, Negara tetangga memiliki hak-hak serta kepentingan-kepentingan lainnya yang secara sah memang ada jauh sebelumnya, dan secara tradisional dilaksanakan oleh Negara tetangga di dalam perairan tersebut[7].




[1] Erika J., 2014, Teritorial Kelautan Indonesia, Aryhaeko Sinergi Persada, Surakarta h. 79
[2] Mohamed Munavvar, 1995, Ocean States : Archipelagic Regimes in the Law of the Sea, Dordrecht : Martinus Nijhoff, h.5
[3] Lihat Pasal 18-19 UNCLOS 1982
[4] Lihat Pasal 311 (2) UNLOS 1982
[5] Wayan Parthana, op.cit.,h.77
[6] ibid
[7] 31 Wayan Parthiana, Op.cit., h.78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar