Selasa, 14 Juni 2016

Nelayan Saparua Dan Sistem Melaut

Nelayan Saparua Dan Sistem Melaut
Diambil dari Sistem Penangkapan Ikan Tradisional Masyarakat Nelayan Di Pulau Saparua
Oleh Julian J. Pattipeilohy di Jurnal Penelitian, Vol. 7, No. 5.Edisi November 2013
Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon
Jl. Ir.M.Putuhena Wailela-Rumahtiga Ambon
Telepon : (0911) 322718-322717,
Fax (0911) 322717
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa sebagain besar penduduk saparua melakoni matapencaharian sebagai nelayan. Hal ini sangat mungkin karena Letak geografis Pulau Saparua yang umumnya di daerah pesisir. Sehingga tidak heran kalau sebagian besar masyarakat di sana menekuni pekerjaan sebagai nelayan.
Nelayan Pulau Saparua merupakan manusia yang hidupnya bersahaja, namun demikian kondisi ekonomi mereka cukup baik, ini dilihat dari kondisi rumah yang rata-rata sudah parmanen, bagus dan bersih. Ketika ditelusuri lebih jauh, hal ini dimungkinkan karena pekerjaan mereka bukan hanya sebagai nelayan tetapi juga sebagai petani atau pun pekerjaan lainnya yang dapat menopang pendapatan ekonomi mereka, di samping ada bantuan-bantuan dari keluarga mereka yang tinggal dirantau. Hubungan sosial yang terjadi adalah mereka saling membutuhkan,menolong satu dengan yang lain, memberi dan menerima, intinya hubungan kekeluargaan di antara mereka masih terpelihara dengan baik.
Sebagai nelayan mereka menggantungkan kehidupan mereka pada kemurahan alam, dalam hal ini adalah laut. Seperti para nelayan yang tinggal di daerah penelitian desa Noloth dan Tuhaha merupakan nelayan yang lahir dari adanya regenerasi dari nenek moyang mereka. Nelayan-nelayan di sana dewasa ini mewarisi keahlian mereka melalui belajar cara hidup sebagai nelayan yang tidak hanya berusaha untuk menaklukkan alam melainkan juga menjaga keselarasan dengan alam. Bagi mereka alam harus dimengerti serta diikuti ritme kehidupannya, untuk dapat menjaga keharmonisan hidup dengan makro kosmos mereka. Tidak mengherankan sampai saat ini para nelayan mempunyai kearifan tersendiri dalam melakukan kegiatan melaut, sehingga mereka mengenal berbagai keadaan alam (nanaku) yang menyangkut kondisi gelombang (tenang atau besar), kondisi arus laut, dan berbagai tanda alam lainnya. Bahkan para nelayan dapat menentukan jenis-jenis ikan yang banyak terdapat pada bulan-bulan tertentu.
Derap langkah para nelayan dalam memulai aktivitas dimulai pada jam 04.00 – 05.00 Wit. Pagi subuh ketika hari masih gelap, para nelayan sudah keluar rumah menuju pantai di mana perahu mereka ditambatkan. Setibanya ditepi pantai nelayan akan mempersiapkan perahu yang akan digunakan sambil melihat kondisi dan cuaca. Peralatan yang akan digunakan pun disiapkan seperti dayung dan menara yang akan dipakai. Setelah semua peralatan siap, seorang nelayan akan dibantu oleh sesama rekannya membawa perahu sampai ke tepi pantai, setelah tiba, berangkatlah nelayan-nelayan tersebut memulai aktivitas mereka mencari ikan.
Ada juga nelayan yang sudah menggunakan mesin motor, untuk mencari ikan ke tempat yang lebih jauh. Sedangkan nelayan yang hanya mengandalkan tenaga dayung, biasanya melakukan aktivitas melaut tidak jauh dari pesisir pantai. Seperti di desa Tuhaha yang pesisir pantainya banyak ditumbuhi pohon bakau dan jenis rumput laut oleh masyarakat di sana dinamakan lalamong, serta terumbu karang yang belum tercemar, merupakan tempat berkumpulnya ikan.
Nelayan yang menggunakan mesin motor, setelah melaut kurang lebih 3-25 meter dari pantai, mulailah nelayan memasang jaring atau juga menebarkan jala untuk mendapatkan hasil ikan yang cukup memadai untuk hari itu. Kalau mereka melaut pada musim ikan, maka mereka akan mendapat hasil yang banyak , namun kalau tidak musim ikan, mereka akan mendapat sedikit ikan bahkan kadang-kadang tidak mendapat seekorpun untuk dibawa pulang. Bila mendapat ikan, hasil tangkapan biasanya dibagi sama rata. Pada umunnya perahu dan alat tangkap yang dipergunakan milik nelayan itu sendiri, tidak meminjam milik orang lain atau menyewa. Cara penangkapannya sebagai berikut; mereka pergi mencari ikan atau melaut jarak dari tepi pantai sampai ke tempat mencari ikan cukup jauh kira-kira 1 sampai 2 mil dari pantai. Alat tangkap yang di pakai disebut manara rangke. Jenis tasik yang dipakai untuk membuat menara rangke adalah jenis 150. Tiap satu rangkai tasik bisa 10 sampai 15 mata kail untuk ukuran panjang tasik 12 m dan tiap mata kail panjangnya 50 cm Sedangkan tasik yang panjangnya 12 m dengan jarak per mata kail kira-kira 1,5 m. jenis ikan yang ditangkap dengan menggunakan menara ini biasanya cakalang, tuna /tatihu.
Setelah mereka mendapat ikan, nelayan tersebut akan kembali ke darat. Sampai di tepi pantai sudah menunggu ibu-ibu (disebut orang papalele) yang akan membeli ikan hasil tangkapan mereka. Namun ada juga yang dijual langsung oleh istri nelayan tersebut. Bila musim ikan susah, maka harga ikan akan mahal, namun bila ikan banyak, harga ikan akan murah, sehingga turut mempengaruhi
pendapatan para nelayan.
Kegiatan para nelayan dalam menangkap ikan, bukan hanya di pagi hari saja, tetapi ada juga di siang sampai sore hari. Ini dilakukan bila ikan banyak. Kegiatan melaut pada jam siang atau sore hari hanya menggunakan jala atau jarring saja.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah pada Tahun 20103 nelayan di Pulau Saparua dapat dibagi dalam kategori nelayan tangkap 2.939 orang, nelayan tambak 5 orang, budidaya laut 5 orang dan pengelolaan ikan 78 orang dan orang papalele (penjual) ikan berjumlah kurang lebih 86 orang, yang menurun cukup jauh dibanding dengan tahun 2009 yaitu 473 orang. Ketika ditelusuri, kebanyakan dari mereka bukan lagi sebagai penjual ikan, tetapi ada yang berdagang di Ambon bahkan sampai ke Sorong mengikuti anakanak mereka yang bersekolah di sana.
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah Tahun 20104 di Pulau Saparua terdapat sejumlah peralatan penangkapan ikan sebagai berikut:
Ø  Perahu tanpa motor 440 buah dan jenis jukung 904 buah,
Ø  Motor tempel jenis Yamaha 78 buah dan katinting 190 buah.
Ø  Perahu/kapal motor jenis (GT) 26 buah.
Sedangkan jumlah alat penangkapan ikan di Pulau Saparua adalah sebagai
berikut:
Ø  Pukat (jaring) pantai 25 buah yang biasa dipakai oleh nelayan untuk menangkap ikan jenis kalawinya (kembung), momor dan lain sebagainya. ukuran jaring sesuai dengan perahu yang digunakan. Pukat Cincing (jaring bobo) 15 buah biasanya digunakan pada jenis perahubesar (bodi).
Ø  Jaring Insang Hanyut (jaring anyo) 460 buah, ini biasanya dipergunakan pada malam hari, dinamakan jarring anyo, karena ditebar dan dibiarkan mengikuti arus gelombang (anyo).
Ø  Bagan perahu yaitu bagan yang menggunakan perahu 26 buah,
Ø  Bagan tancap yaitu bagan 3 buah,
Ø  Serok/tanggo 100 buah,
Ø  Huhate 320 buah,
Ø  Pancing tonda 375 buah, untuk mengael jenis ikan cakalang/tuna.
Ø  Pancing ulur yaitu jenis pancing yang menggunakan stik 590 buah,
Ø  Pancing tegak 408 buah untuk mangael jenis ikan batu-batu atau ikan dasar
Ø  Pancing cumi atau lambyung 98 buah,
Ø  pancing lainnya 179 buah,
Ø  sero 18 buah, bubu 74 buah,
Ø  perangkap lainnya 9 buah,
Ø  pengumpul kerang 2 buah,
Ø  pengumpul kepiting 9 buah,

Ø  Pengumpul Jala tebar /jala buang 85 buah, biasanya digunakan di daerah yang tidak jauh dari bibir pantai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar