Selasa, 07 Juni 2016

Kinerja Alat Tangkap Ikan Cakalang Di Teluk Bone Kabupaten Luwu

KINERJA ALAT TANGKAP IKAN CAKALANG DI TELUK BONE KABUPATEN LUWU

PERFORMANCE OF FISHING GEAR ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY OF LUWU REGENCY
Akmaluddin, Najamuddin, Musbir
Prodi Ilmu Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi :
Akmaluddin, S.Pi
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin Makassar, 90245
HP : 085696071966         
Email :akmalsaleh01@gmail.com

PENDAHULUAN
Kabupaten Luwu merupakan salah satu kabupaten/kota di propinsi Sulawesi selatan dengan daerah pesisirnya berhadapan dengan perairan Teluk Bone. Dalam bidang perikanan tangkap terdapat berbagai jenis alat tangkap yang beroperasi di perairan Teluk Bone dengan target tangkapan yaitu jenis ikan pelagis besar, pelagis kecil, dan ikan demersal (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Luwu, 2012).
Salah satu spesies ikan hasil tangkapan utama nelayan di Kabupaten Luwu adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan nama perdagangan Skipjack tuna. Ikan ini sangat potensil dan menjanjikan keuntungan yang besar bagi para pelaku usaha perikanan cakalang setempat. Hal ini disebabkan ikan cakalang dijadikan bahan baku industri makanan dan menu  utama pada usaha kuliner di berbagai daerah dalam dan luar negeri, sehingga sangat diminati. Berangkat dari situ ikan cakalang diburu oleh nelayan dibeberapa kabupaten pesisir pantai Teluk Bone dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap dengan menggunakan teknologi penangkapan cakalang seperti pole and line atau huhate, pancing ulur atau hand line, dan payang (termasuk lampara) yang banyak digunakan oleh nelayan/pelaku usaha perikanan di Kabupaten Luwu (Katalog Badan Pusat Statistik, 2012).
Dengan perkembangan teknologi alat tangkap dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan penilaian kinerja alat tangkap atau pemilihan teknologi penangkapan cakalang, untuk mengetahui alat tangkap yang paling tepat dan paling unggul berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi.
Dalam penelitian yang sudah dilakukan terhadap teknologi penangkapan cakalang di Teluk Bone, beberapa diantara mengkaji tentang aspek teknis unit penangkapan pole and line di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu, dimana diperoleh hasik bahwa Ukuran rata-rata kapal pole and line adalah panjang (L) 22.42 m, lebar (B) 3.82 m dan tinggi (D) 1.83 m. Perbandingan L/B = 5,66 – 6,08, L/D = 11,39 –13,16, dan B/D = 1.94 – 2.26. Rasio standar kapal pole and line adalah L/B = 4.80, L/D = 10.00, B/D = 1.95 (Abdullah, A., 2011). Selanjutnya tentang hasil tangkapan berupa ikan cakalang yang di dominasi oleh ukuran kecil dan sedang (26-34 cm) terdapat sekitar 38,36 % belum layak tangkap (Mallawa, 2013). Selanjutnya Jamal, (2011), menjelaskan bahwa hasil tangkapan ikan cakalang yang tertangkap dengan ukuran yang tidak layak tangkap untuk kawasan Teluk Bone adalah 43,9%-54,6%. Hal ini tentu akan mengancam populasi ikan menuju kepunahan akibat adanya over exploited. Data dari instansi terkait menunjukkan bahwa terjadi penurunan produksi perikanan cakalang di perairan Kabupaten Luwu yang sangat signifikan yaitu pada tahun 2003-2006 dari 1157,9 ton/tahun menjadi 16,4 ton/tahun. Pada tahun 2007 secara berturut-turut hingga tahun 2011 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hingga mencapai 425,6 ton tahun 2011 (DKP Sul-Sel, 2012)
Berangakat dari uraian di atas maka, perlu adanya pengaturan mengenai alat tangkap yang berbasis sumberdaya ikan cakalang tepat guna dan layak untuk dikembangkan bedasarkan empat aspek pengelolaan (biologi, teknis, sosial, dan ekonomi).
Tujuang penelitian ini yaitu untuk mengkaji dan menentukan unit penangkapan ikan yang layak dikembangkan dan berbasis sumberdaya berdasarkan eampat aspek pengelolaan sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal.
BAHAN DAN METODE
Desain penelitian yaitu pertama menentukan responden yang mewakili sampel populasi nelayan sebagai pelaku usaha perikanan cakalang dalam hal ini pemilik kapal masing-masing alat kapal, termasuk kelompok nelayan setempat yang menguasai kondisi masyarakat nelayan setempat, staf dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Luwu bidang perikanan tangkap, termasuk beberapa orang nelayan pekerja dan kapten kapal. Setelah responden di tentukan wawancara dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang terstruktur terkait dengan keempat aspek pengelolaan yang dibutuhkan. Kemudian mengamati secara langsung kondisi alat tangkap yang ada, metode pengoperasian alat, hasil tangkapan, dan dokumentasi serta pengambilan data sekunder terkait.
Dalam penelitian ini menggunakan bahan dan alat berupa kamera untuk dokumentasi di lapangan, peralatan tulis menulis, daftar pertanyaan untuk wawancara dengan responden terkait, dan unit komputer untuk menyimpan, mengolah data dan menyusun laporan hasil.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi dan wawancara secara terstruktur berdasarkan empat aspek (biologi, teknis, sosial dan ekonomi). Dengan mengamati secara langsung ke lapangan kondisi sosial masyarakat setempat, kondisi alat tangkap yang ada, dan hasil tangkapan cakalang sebagai data primer. Disamping itu untuk perhitungan analisis usaha, informasi mengenai total pengeluaran dan total pendapatan selama setahun yakni biaya investasi, biaya tetap, biaya variabel, dan jumlah nilai hasil tangkapan dari pemilik usaha perikanan.
Pemilihan responden sebagai sampel dilakukan secara purpose sampling (tidak acak). Sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal. Metode analisis data menggunakan metode skoring untuk penilaian kriteria dengan satuan berbeda. Skoring diberikan dengan nilai terendah dan tertinggi, dimana sebelumnya dilakukan standarisasi fungsi nilai dengan menggunakan rumus dari Mangkusubroto dkk, (1985).


Keterangan :
i = 1,2, 3,……..n
Xo = nilai terburuk pada criteria X
X1 = nilai terbaik pada criteria X
V(A) = fungsi nilai dari alternatif A
Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternatif i pada criteria ke - i
Penentuan unit penangkapan ikan pelagis menggunakan metode skoring, sebagai berikut :
Analisis aspek biologi : Selektivitas (X1), rata-rata ukuran ikan cakalang yang tertangkap (X2), lama waktu musim penangkapan ikan cakalang (X3), persentase ukuran laak tangkap (X4), dan penerapan teknologi ramah lingkungan (X5) yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan.
Analisis aspek teknis (perahu, alat penangkapan ikan pelagis dan hasil tangkapan). Sedangkan penilaian kriteria teknis dari unit penangkapan pelagis yaitu mencakup produksi per tahun (X1), produksi per trip (X2), dan produksi per tenaga kerja (X3) dari hasil wawancara.
Analisis aspek sosial yakni berkaitan dengan tenaga kerja yang diserap setiap unit penangkapan pelagis antara lain, jumlah tenaga kerja per unit alat tangkap (X1), tingkat penguasaan teknologi (X2), dan respon penerimaan nelayan setempat (X3).
Analisis aspek ekonomi dapat dijabarkan menjadi aspek ekonomi kriteria efisiensi usaha. Aspek ekonomi kriteria efisiensi usaha meliputi: penerimaan kotor per tahun (X1), penerimaan kotor per trip (X2), penerimaan kotor per tenaga kerja (X3), dan analisis kelayakan usaha adalah : Keuntungan (X4), dan Revenue Cost Ratio (R/C) (X5).
HASIL PENELITIAN
Analisis Aspek Biologi
Penilaian keunggulan unit penangkapan Ikan Cakalang berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa aspek biologi menempatkan Hand line pada urutan prioritas pertama untuk keseluruhan kriteria komposisi target spesies (X1), ukuran hasil tangkapan utama (X2), lama waktu musim penangkapan Ikan Cakalang (X3), persentase ukuran layak tangkap (X4), dan penerapkan teknologi ramah lingkungan (X5). Setelah distandarisasi dengan fungsi nilai didapat bahwa Hand line lebih baik dari Pole and line dan Payang.
Analisis Aspek Teknis
Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa penilaian keunggulan untuk aspek teknis, pada unit penangkapan Ikan Cakalang menempatkan pole and line pada prioritas pertama untuk kriteria seluruhnya yaitu produksi per tahun (X1), produksi per trip (X2) dan produksi per tenaga kerja (X3) lebih baik dari hand line dan payang.
Analisis Aspek Sosial
Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa setelah standarisasi fungsi nlai aspek sosial menunjukkan hand line adalah alat tangkap unggulan pada urutan prioritas pertama.
Analisis Aspek Ekonomi
Bersdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa keunggulan ekonomi setelah standarisasi menempatkan pole and line sebagai urutan prioritas pertama.
Analisis aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi
Berdasarkan Tabel 5, dilaihat dari masing-masing aspek, pole and line lebih unggul pada dua aspek yaitu aspek teknis dan aspek ekonomi. Sedangkan pada aspek biologi dan sosial menempatkan hand line sebagai prioritas pertama. Untuk keseluruhan aspek pengelolaan menempatkan alat tangkap pole and line yang paling unggul dan prioritas pertama. Disamping itu untuk kelayakan usaha diperoleh bahwa usaha perikanan pole and line dan hand line lebih layak untuk dikembangkan karena menguntungkan pelaku usaha, sedangkan usaha perikanan payang tidak layak untuk dikembangkan karena mengalami kerugian tiap tahunnya.
PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan bahwa unit penangkapan pole and line atau huhate merupakan unit penangkapan yang layak untuk dikembangkan karena berbasis sumbedaya berdasarkan empat aspek pengelolaan. Hal ini terkait dengan musim operasi penangkapan yang lebih lama dari hand line dan payang. Adanya ukuran kapal yang lebih besar berkisar 28 – 35 GT dan mesin penggerak berkisar 240 – 450 HP, maka mampu melakukan operasi peangkapan yang lebih jauh (lepas pantai) meski cuaca buruk untuk mencari gerombolan ikan cakalang (Mallawa dkk, 2009). Dibandingkan dengan Hand line dan payang hanya sekitar 3 – 4 mil dari pantai, dan ketika cuaca buruk maka tidak melakukan operasi penangkapan.
Berdasarkan ukuran hasil tangkapan ikan cakalang, maka hand line baik dari pole and line dan payang. Hal ini karena mata pancing yang digunakan lebih besar yaitu nomor 6 dibanding pole and line berkisar 2,5 – 4,0 sehingga ikan yang tertangkap juga lebih besar ukuran bukaan mulutnya. Disamping itu penangkapan dilakukan hingga kedalaman 500 meter kebawah permukaan laut dibandingkan dengan dua alat tangkap yang lain dekat dengan permukaan laut (Sadhori, 1985)
Berdasarkan selektivitas menunjukkan bahwa alat tangkap hand line merupakan alat tangkap unggulan, ini menunjukkan bahwa Hand line yang dioperasikan di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu menangkap ikan cakalang dengan ukuran yang relatif sama.
Penggunaan nomor mata pancing yang seragam memungkinkan jenis ikan yang tertangkap juga hanya satu jenis dengan ukuran yang relatif seragam, sebagaimana diungkapkan oleh Mallawa, (2013) bahwa Hand line merupakan unit penangkapan yang memiliki nilai aspek biologi/selektivitas yang tinggi. Selain itu Baskoro, (1999), bahwa unit penangkapan pancing memiliki nilai aspek biologi yang tinggi. Disamping itu, terkait dengan alat tangkap jenis pancing, Rukka, (2007), menyatakan bahwa alat tangkap pancing tonda merupakan alat tangkap unggulan berdasarkan standarisasi fungsi biologi.
Payang yang dioperasikan sekitar perairan pantai, yaitu sekitar 2-3 mil dari pantai dengan kedalaman sekitar 40-50 m, dimana pada bagian kantong dengan ukuran bukaan mata jaring 1,5-5 cm, sehingga ikan yang memiliki lingkar tubuh kurang dari 1,5-5 cm akan lolos.
Memungkinkan ikan-ikan kecil dan belum memijah atau belum layak tangkap dengan ragam spesies ikan juga ikut tertangkap di kantong payang atau komposisi jenis ikan lebih banyak dari hand line dan pole and line. Pole and line memiliki mata pancing dengan nomor berkisar 2,5-4,0, dengan ikan target yaitu cakalang sehingga memungkinkan ikan cakalang yang tertangkap memiliki ukuran yang beragam ukuran relatif lebih kecil dari hand line, sehingga sebagian kecil masih ditemukan ikan yang belum matang gonad atau tidak layak tangkap.
Kriteria alat tangkap ramah lingkungan didasarkan pada Monintja, (2000), yaitu selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan. Tidak membahayakan nelayan yang mnegoperasikan teknologi tersebut. Menghasilkan ikan yang bermutu tinggi dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati. Diterima secara sosial. Sedangkan Menurut Arimoto, (1999), teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak lingkungan, tidak merusak dasar perairan (benthic disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap kecil, serta kontribusinya terhadap polusi rendah.
Dalam aspek teknis penelitian ini memperlihatkan bahwa pole and line merupakan alat tangkap prioritas utama. Hal ini terjadi karena menurut hasil wawancara dengan nelayan setempat bahwa penangkapan pole and line dilakukan hampir sepanjang tahun yaitu 9 bulan lebih (musim puncak dan musim biasa) meski ada beberapa waktu-waktu tertentu tidak melakukan operasi karena adanya ombak besar. Disamping itu penangkapan juga di lakukan pada daerah fishing ground yang jauh dari pantai hingga ke kawasan bagian tengah teluk bone, baik pada rumpn maupun non rumpon. Pada musim puncak kadang di peroleh hingga 1 ton ikan cakalang per hari dengan fishing ground sekitar perairan pantai (Mallawa, 2012).
Untuk aspek sosial dapat dilihat bahwa setelah standarisasi fungsi nlai aspek sosial menunjukkan hand line adalah alat tangkap unggulan pada urutan prioritas pertama. Urutan prioritas pertama pada aspek sosial menunjukkan bahwa hand line termasuk alat tangkap yang memiliki investasi dan biaya operasional yang terjangkau dan diterima oleh kebanyakan masyarakt nelayan setempat, sesuai dengan kondisi finansial nelayan pada umumnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarkat nelayan yang menangkap ikan cakalang memiliki kemampuan ekonomi yang relatif rendah dibandingkan status sosial lainnya, sehingga dalam hal proses produksi nelayan akan menggunakan alat produksi dalam hal ini alat tangkap yang investasinya relatif lebih rendah dibandingkan alat tangkap lainnya.
Keunggulan ekonomi adalah nilai produksi cakalang yang dihasilkan dikurangi dengan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produksi cakalang. Sebagaimana diketahui bahwa kemampuan menangkap pole and line lebih besar dibandingkan kedua alat tangkap lainnya, sehingga produksi cakalang pada pole and line juga akan lebih besar. Produksi hasil tangkapan ini berkaitan erat dengan nilai jual dari cakalang, yaitu semakin besar produksi maka nilai jual yang dihasilkan juga akan lebih besar.
Demikian juga dengan pendapatan ABK, karena keuntungan yang semakin besar akan menyebabkan bagi hasil juga akan meningkat akibatnya pendapatan ABK pole and line akan lebih besar dibandingkan alat tangkap lainnya.
Untuk analisis kelayakan usaha, diperoleh nilai Revenue Cost Ratio untuk pole and line tertinggi yaitu 1,52, dimana R/C > 1 artinya nilai total penerimaan lebih besar dari nilai total pengeluaran sehingga alat tangkap ini layak untuk di lanjutkan dan dikembangkan karena sangat menguntungkan para pelaku usaha perikanan.
Dilihat dari masing-masing aspek, pole and line lebih unggul pada dua aspek yaitu aspek teknis dan aspek ekonomi. Hal ini terjadi karena pole and line merupakan alat tangkap yang lebih produktif dalam hal kuantitas jumlah hasil tangkapan utamanya ikan cakalang sebagai ikan target sehingga nilai penerimaannya juga sangat besar, sehingga dinilai lebih menguntungkan dibanding kedua alat tangkap lainnya. Sedangkan pada aspek biologi dan sosial menempatkan hand line sebagai prioritas pertama, karena tingkat selektivitas dan ramah lingkungan yang tinggi pada alat tangkap tersebut dan nilai investasinya juga realtif rendah atau terjangkau oleh kebanyakan masyarkat nelayan setempat, sehingga lebih diminati untuk dijadikan usaha. Terkait dengan ramah lingkungan sebuah alat tangkap, menurut Sultan, (2004), jenis alat tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah jaring insang hanyut, pancing tonda, pancing tangan, pancing cumi, rawai dasar, bubu labu, rawai cucut dan purse seine.
Hasil dari total standarisasi berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi unit penangkapan Ikan cakalang di Kabupaten Luwu maka yang menjadi prioritas pengembangan adalah alat tangkap Pole and line pada urutan pertama, Hand line pada urutan kedua, dan Payang pada urutan ketiga. Hal senada juga di ungkapkan oleh Syamsuddin dkk, (2008), bahwa alat tangkap pole and line dan pancing tonda yang dioperasikan di Kota
Kupang, Laut Flores dan Laut Sawu merupakan alat tangkap unggulan berdasarkan standarisasi fungis kriteria ramah lingkungan karena menangkap ikan cakalang dengan ukuran yang relatif sama, dengan menggunakan mata pancing yang sama.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan atas tujuan dan hasil penelitian yang telah dicapai dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpula bahwa hasil analisis kinerja pada ketiga alat tangkap berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi unit penangkapan Ikan cakalang di maka yang menjadi prioritas pengembangan adalah alat tangkap Pole and line pada urutan pertama, kemudian hand line, dan terakhir payang. Adapun saran sebagai bahan masukan untuk kemaslahatan pengelolaan perikanan tangkap secara umum dan perikanan cakalang secara khusus di Teluk bone adalah perlu dilakukan penelitian untuk teknologi penangkapan cakalang lainnya yang beroperasi di Teluk Bone seperti pancing tonda, purse seine, rawai tuna, jaring insang hanyut, dan alat tankap lainnya sebagai bahan perbandingan dalam hal kinerja, kelayakn usaha dan dampak teknologinya terhadap populasi ikan cakalang.

DAFTAR PUSTAKA
Arimoto T. (1999). Research and Education System of Fishing Technology in Japan. The 3 rd JSPS International Seminar. Suistainable Fishing Technology in Asiatoword the 21st Century. P23-37.
Abdullah A. (2011). Analisis aspek teknis unit penangkapan pole and line di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu (Skripsi). Makassar: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Baskoro M.S. (1999). Capture Process of  The Floated Bamboo Platform Liftnet With Light Attraction (Bagan). Doctoral Course of Marine Science and Technology. Tokyo University of Fisheries. Tokyo.
Dinas Kelautan dan Perikanan. (2012). Data Statistik Perikanan Tangkap. Sulawesi selatan.
Dinas Kelautan dan Perikanan. (2012). Data Statistik Perikanan Tangkap. Kabupaten Luwu.
Jamal M., Sondita M.F.A., Haluan J. & Wiryawan B. (2011). Pemanfaatan data biologi ikan cakalang (katsuwonus pelamis) dalam rangka pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab di perairan Teluk Bone. Jurnal Natur Indonesia. 14 : 207 – 113.
Katalog Badan Pusat Statistik. (2012). Kabupaten Luwu dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Luwu.
Mallawa A. (2013). Analisis tekanan teknologi penangkapan ikan terhadap populasi ikan cakalang (katsuwonus pelamis) di perairan Teluk Bone, Sulawesi selatan. Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar.
Mallawa A. (2012). Aspek perikanan dan prediksi tangkapan per unit upaya ikan cakalang (katsuwonus pelamis) di perairan Luwu Teluk Bone Sulawesi selatan. Laporan Akhir Hibah Penelitian Strategis Nasional. Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar.
Mallawa A. & Palo M. (2009). Pemetaan daerah potensial penangkapan ikan tuna (Thunnus sp) dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Teluk Bone. Laporan Akhir Hibah Penelitian Strategis Nasional. Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar, 51 p.
Mangkusubroto K. & Trisnadi C.L. (1985). Analisis keputusan pendekatan sistem dan management usaha dan proyek. Ganesa Exacta. Bandung.
Monintja D.R. (2000). Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 156 hal.
Rukka A. H. (2006). Pengembangan Perikanan Tangkap Ikan Cakalang di Perairan Kabupaten Selayar (Tesis). Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Sadhori N. (1985). Tehnik Penangkapan Ikan. Penerbit Angkasa. Bandung.
Sultan M. (2004). Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut  Taka Bonerate (Disertasi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syamsuddin, Mallawa A., Najamuddin & Sudirman. (2008). Analisis Pengembangan Perikanan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) berkelanjutan) di Perairan Kupang Nusa Tenggara Timur. J. Elektronik PPS UnHas. Diakses 20 April 2013. Available from: http://pasca .unhas.ac.id.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar