Nelayan Saparua Dan Sistem Melaut
Diambil dari Sistem
Penangkapan Ikan Tradisional Masyarakat Nelayan Di Pulau Saparua
Oleh Julian J. Pattipeilohy di Jurnal Penelitian, Vol.
7, No. 5.Edisi November 2013
Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon
Jl. Ir.M.Putuhena Wailela-Rumahtiga Ambon
Telepon : (0911) 322718-322717,
Fax (0911) 322717
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa sebagain
besar penduduk saparua melakoni matapencaharian sebagai nelayan. Hal ini sangat
mungkin karena Letak geografis Pulau Saparua yang umumnya di daerah pesisir.
Sehingga tidak heran kalau sebagian besar masyarakat di sana menekuni pekerjaan
sebagai nelayan.
Nelayan Pulau Saparua merupakan manusia yang hidupnya
bersahaja, namun demikian kondisi ekonomi mereka cukup baik, ini dilihat dari
kondisi rumah yang rata-rata sudah parmanen, bagus dan bersih. Ketika
ditelusuri lebih jauh, hal ini dimungkinkan karena pekerjaan mereka bukan hanya
sebagai nelayan tetapi juga sebagai petani atau pun pekerjaan lainnya yang
dapat menopang pendapatan ekonomi mereka, di samping ada bantuan-bantuan dari
keluarga mereka yang tinggal dirantau. Hubungan sosial yang terjadi adalah
mereka saling membutuhkan,menolong satu dengan yang lain, memberi dan menerima,
intinya hubungan kekeluargaan di antara mereka masih terpelihara dengan baik.
Sebagai nelayan mereka menggantungkan kehidupan mereka
pada kemurahan alam, dalam hal ini adalah laut. Seperti para nelayan yang
tinggal di daerah penelitian desa Noloth dan Tuhaha merupakan nelayan yang
lahir dari adanya regenerasi dari nenek moyang mereka. Nelayan-nelayan di sana
dewasa ini mewarisi keahlian mereka melalui belajar cara hidup sebagai nelayan
yang tidak hanya berusaha untuk menaklukkan alam melainkan juga menjaga
keselarasan dengan alam. Bagi mereka alam harus dimengerti serta diikuti ritme
kehidupannya, untuk dapat menjaga keharmonisan hidup dengan makro kosmos
mereka. Tidak mengherankan sampai saat ini para nelayan mempunyai kearifan
tersendiri dalam melakukan kegiatan melaut, sehingga mereka mengenal berbagai
keadaan alam (nanaku) yang menyangkut kondisi gelombang (tenang atau besar),
kondisi arus laut, dan berbagai tanda alam lainnya. Bahkan para nelayan dapat
menentukan jenis-jenis ikan yang banyak terdapat pada bulan-bulan tertentu.
Derap langkah para nelayan dalam memulai aktivitas
dimulai pada jam 04.00 – 05.00 Wit. Pagi subuh ketika hari masih gelap, para
nelayan sudah keluar rumah menuju pantai di mana perahu mereka ditambatkan.
Setibanya ditepi pantai nelayan akan mempersiapkan perahu yang akan digunakan
sambil melihat kondisi dan cuaca. Peralatan yang akan digunakan pun disiapkan seperti
dayung dan menara yang akan dipakai. Setelah semua peralatan siap, seorang
nelayan akan dibantu oleh sesama rekannya membawa perahu sampai ke tepi pantai,
setelah tiba, berangkatlah nelayan-nelayan tersebut memulai aktivitas mereka
mencari ikan.
Ada juga nelayan yang sudah menggunakan mesin motor,
untuk mencari ikan ke tempat yang lebih jauh. Sedangkan nelayan yang hanya
mengandalkan tenaga dayung, biasanya melakukan aktivitas melaut tidak jauh dari
pesisir pantai. Seperti di desa Tuhaha yang pesisir pantainya banyak ditumbuhi
pohon bakau dan jenis rumput laut oleh masyarakat di sana dinamakan lalamong,
serta terumbu karang yang belum tercemar, merupakan tempat berkumpulnya ikan.
Nelayan yang menggunakan mesin motor, setelah melaut
kurang lebih 3-25 meter dari pantai, mulailah nelayan memasang jaring atau juga
menebarkan jala untuk mendapatkan hasil ikan yang cukup memadai untuk hari itu.
Kalau mereka melaut pada musim ikan, maka mereka akan mendapat hasil yang
banyak , namun kalau tidak musim ikan, mereka akan mendapat sedikit ikan bahkan
kadang-kadang tidak mendapat seekorpun untuk dibawa pulang. Bila mendapat ikan,
hasil tangkapan biasanya dibagi sama rata. Pada umunnya perahu dan alat tangkap
yang dipergunakan milik nelayan itu sendiri, tidak meminjam milik orang lain
atau menyewa. Cara penangkapannya sebagai berikut; mereka pergi mencari ikan
atau melaut jarak dari tepi pantai sampai ke tempat mencari ikan cukup jauh kira-kira
1 sampai 2 mil dari pantai. Alat tangkap yang di pakai disebut manara rangke.
Jenis tasik yang dipakai untuk membuat menara rangke adalah jenis 150. Tiap
satu rangkai tasik bisa 10 sampai 15 mata kail untuk ukuran panjang tasik 12 m
dan tiap mata kail panjangnya 50 cm Sedangkan tasik yang panjangnya 12 m dengan
jarak per mata kail kira-kira 1,5 m. jenis ikan yang ditangkap dengan
menggunakan menara ini biasanya cakalang, tuna /tatihu.
Setelah mereka mendapat ikan, nelayan tersebut akan
kembali ke darat. Sampai di tepi pantai sudah menunggu ibu-ibu (disebut orang
papalele) yang akan membeli ikan hasil tangkapan mereka. Namun ada juga yang
dijual langsung oleh istri nelayan tersebut. Bila musim ikan susah, maka harga ikan
akan mahal, namun bila ikan banyak, harga ikan akan murah, sehingga turut
mempengaruhi
pendapatan
para nelayan.
Kegiatan para nelayan dalam menangkap ikan, bukan hanya
di pagi hari saja, tetapi ada juga di siang sampai sore hari. Ini dilakukan
bila ikan banyak. Kegiatan melaut pada jam siang atau sore hari hanya
menggunakan jala atau jarring saja.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Maluku Tengah pada Tahun 20103 nelayan di Pulau Saparua dapat dibagi dalam
kategori nelayan tangkap 2.939 orang, nelayan tambak 5 orang, budidaya laut 5
orang dan pengelolaan ikan 78 orang dan orang papalele (penjual) ikan berjumlah
kurang lebih 86 orang, yang menurun cukup jauh dibanding dengan tahun 2009
yaitu 473 orang. Ketika ditelusuri, kebanyakan dari mereka bukan lagi sebagai
penjual ikan, tetapi ada yang berdagang di Ambon bahkan sampai ke Sorong
mengikuti anakanak mereka yang bersekolah di sana.
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Maluku Tengah Tahun 20104 di Pulau Saparua terdapat sejumlah
peralatan penangkapan ikan sebagai berikut:
Ø
Perahu tanpa motor 440 buah dan jenis jukung 904
buah,
Ø
Motor tempel jenis Yamaha 78 buah dan katinting
190 buah.
Ø
Perahu/kapal motor jenis (GT) 26 buah.
Sedangkan
jumlah alat penangkapan ikan di Pulau Saparua adalah sebagai
berikut:
Ø
Pukat (jaring) pantai 25 buah yang biasa dipakai
oleh nelayan untuk menangkap ikan jenis kalawinya (kembung), momor dan lain
sebagainya. ukuran jaring sesuai dengan perahu yang digunakan. Pukat Cincing
(jaring bobo) 15 buah biasanya digunakan pada jenis perahubesar (bodi).
Ø
Jaring Insang Hanyut (jaring anyo) 460 buah, ini
biasanya dipergunakan pada malam hari, dinamakan jarring anyo, karena ditebar
dan dibiarkan mengikuti arus gelombang (anyo).
Ø
Bagan perahu yaitu bagan yang menggunakan perahu
26 buah,
Ø
Bagan tancap yaitu bagan 3 buah,
Ø
Serok/tanggo 100 buah,
Ø
Huhate 320 buah,
Ø
Pancing tonda 375 buah, untuk mengael jenis ikan
cakalang/tuna.
Ø
Pancing ulur yaitu jenis pancing yang
menggunakan stik 590 buah,
Ø
Pancing tegak 408 buah untuk mangael jenis ikan
batu-batu atau ikan dasar
Ø
Pancing cumi atau lambyung 98 buah,
Ø
pancing lainnya 179 buah,
Ø
sero 18 buah, bubu 74 buah,
Ø
perangkap lainnya 9 buah,
Ø
pengumpul kerang 2 buah,
Ø
pengumpul kepiting 9 buah,
Ø
Pengumpul Jala tebar /jala buang 85 buah,
biasanya digunakan di daerah yang tidak jauh dari bibir pantai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar